Connect with us

Crypto

Mengapa Harga Bitcoin Naik 23 Persen Pada Minggu Ini? Simak Alasannya

Published

on

Bitcoin (BTC) telah mengalami trend bullish dalam beberapa hari terakhir, naik 23 persen dari Rp 135 juta menjadi Rp 168 juta.

BTC telah mencatat level tertinggi di harga Rp 199 juta pada Juni 2019 menurut Indodax. Meskipun ada kekhawatiran yang meningkat dari resesi global dan perang perdagangan China-AS yang memburuk, Bitcoin tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan hari ini. Namun, mungkin ada penunjang untuk kenaikan 23% baru-baru ini di Bitcoin.

Pada saat pers, harga Bitcoin berada di harga Rp 164,888,oo0, naik 2.3 persen menurut Indodax.

Beberapa faktor mungkin bertanggung jawab atas pergerakan kenaikan koin emas baru-baru ini, selain ekspansi Tether pada beberapa blockchain, ketegangan sosiopolitik di seluruh dunia kemungkinan telah berkontribusi pada rally Bulls Bitcoin. Tether mendukung Bitcoin karena migrasinya ke blockchain seperti EOS, Liquid, dan Tron yang menciptakan kekhawatiran di ruang crypto.

Selama akhir pekan lalu, dua penembakan massal terjadi di AS. 20 orang dilaporkan tewas dalam serangan pertama yang terjadi di El Paso, Texas. Penembakan lainnya di Dayton, Ohio menewaskan 9 orang. Kedua insiden telah memicu rasisme di negara ini. Namun, hal ini juga mungkin telah memfasilitasi lonjakan Bitcoin karena ketidakstabilan negara.

Krisis politik saat ini di Hong Kong (HK) mendorong investasi ke luar negeri. Akibatnya, pasar saham negara itu telah mencatat kinerja terburuk selama beberapa bulan. Demonstrasi massa yang keras di HK telah menyebabkan pembatalan penerbangan luar maupun dalam negeri.

Baca Juga: 15 Cara Mendapatkan Uang Dari Internet Tanpa Modal Di Tahun 2019

Baca Juga: Harga Bitcoin Akan Meroket di Tahun 2021, Inilah Alasannya

Perundingan AS-Cina telah menciptakan ketegangan yang memengaruhi perekonomian. Hubungan antara presiden kedua negara memburuk.

Baru-baru ini, Cina telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi tarif baru AS. Presiden AS, Donald Trump, telah memperkenalkan tarif impor 10% baru untuk barang-barang Cina senilai $ 300 Juta. Tarif baru yang diumumkan minggu lalu dan akan berlaku mulai 1 September mendatang.

Menanggapi tindakan AS, Cina telah mendevaluasi Yuan. Devaluasi hampir 1,5% oleh People’s Bank of China (PBOC) akan membuat mata uang Cina lebih murah. Akibatnya, pasar offshore (CNH) dan daratan (CNY) diperdagangkan terhadap mata uang Amerika (USD) di atas level psikologis 7,00. Ini adalah level terendah untuk CNY sejak April 2008. Bank sentral menyatakan bahwa devaluasi adalah reaksi terhadap tarif yang akan datang untuk barang-barang Cina.

Yuan bukanlah mata uang yang “Free-Floating” seperti Euro atau dolar AS. PBOC menetapkan harganya setiap hari. Dengan Yuan yang lebih murah, negara itu dapat menangkal beberapa dampak negatif dari tarif yang dikenakan. Ini juga dapat meningkatkan ekspor dari Cina.

Yuan yang terdevaluasi dan meningkatnya ketegangan akibat perang dagang AS-Cina tekah memberi tekanan pada pasar saham.

Namun, beberapa ekonom mengantisipasi tidak ada kesepakatan perdagangan antara AS dan Cina pada akhir tahun ini. Ekonomi global kemungkinan akan menemui “ajalnya” jika analisa mereka menjadi kenyataan.

Mempertimbangkan ketegangan sosiopolitik dan perang dagang, Bitcoin tampaknya masih menjadi mata uang/ nilai simpan yang aman layaknya seperti emas.

Selain itu, sentimen dovish dari bank sentral utama seperti Bank Sentral Eropa dan Federal Reserve AS telah menunjukkan tren Bullish untuk cryptocurrency.