Bitcoin News
Meski Turun Tajam, Ini Alasan Bitcoin Masih Bullish

Daftar Isi
Bitcoin alami crash beberapa hari lalu. Penurunan tersebut bahkan sempat menginjak Rp43 juta dari nilai tertinggi ke rendahnya. Ditambah, kejadian ini hanya kurang dari 3% dari nilai all-time-high Bitcoin dan membuat likuiditas besar-besaran di beberapa bursa ternama.
Para analis menjabarkan beberapa alasan terkait dengan penurunan Bitcoin ini.
Baca Juga: Fidelity: Institusi Semakin Mengadopsi Bitcoin
1. Leverage yang Berlebihan
CEO Stack Funds, Matthew Dibb masuk ke dalam jajaran korban dari likuiditas besar-besaran perdagangan leverage dalam bursa derivatif yang terjadi di seluruh bursa utama.
Menurut sumber data Bybit, posisi derivatif senilai hampir $2 miliar dilikuidasi dalam 24 jam terakhir. Dari jumlah itu, lebih dari $1,6 miliar telah ditutup dalam 12 jam terakhir.
Lepasnya perdagangan dengan leverage ini diharapkan oleh banyak pihak, mengingat biaya memegang posisi buy di pasar perpetual future atau dikenal sebagai tingkat pendanaan meningkat tajam ke level tertinggi bulanan hingga 0,098% dalam beberapa hari terakhir. Hal ini menjadi tanda dari adanya overleveraging atau overheating di pasar. Tingkat pendanaan ini ditentukan dan dibayarkan setiap delapan jam.
2. Pullback Teknis
Jika melihat grafik teknis, rally Bitcoin dari $10.000 menjadi $19.400 selama tujuh minggu terakhir dinilai terlalu bersemangat.
Hal tersebut mengingat, momentum bagi Bitcoin begitu kuat sehingga raja crypto tersebut secara konsisten diperdagangkan di atas MA 10 hari selama rally. Meski ada overbought pada indeks kekuatan relatif (RSI) 14 hari.
“Ini pullback yang sehat,” ujar Stack Funds Dibb.
Menurut analis grafik, rally harga dengan adanya penurunan secara reguler akan membuatnya berkelanjutan daripada rally terus menerus.
Baca Juga: Cypherpunk Holdings Miliki Bitcoin Terbanyak ke-9 Dunia
3. Faktor Lain Perkuat Aksi Jual
Menurut trader dan analis Alex Kruger alasan penurunan harga ini terkait dengan rencana Departemen Keuangan AS yang dikabarkan akan dapat melacak pemilik dompet cryptocurrency yang dihosting sendiri.
Dilansir dari CoinDesk, Alex Kruger menyatakan,
“(Masalah peraturan) ini, dengan latar belakang euforia dan leverage tinggi yang tidak berkelanjutan untuk jangka panjang menyebabkan penurunan terbesar selama 24 jam sejak Maret lalu.”
Tidak hanya itu, bursa pertukaran crypto terkemuka OKEx yang sempat dibekukan terkait masalah hukum dan menutup layanan withdrawal, kembali membuka layanan tersebut kepada pengguna.
Sui Chung, CEO CF Benchmarks menjelaskan,
“Sebagian besar bitcoin beku (di OKEx) telah diperdagangkan sekitar 70%. Ada banyak keuntungan yang belum direalisasikan yang terkunci di sana. (…) setelah koin-koin ini bebas bergerak, kemungkinan akan ada banyak trader yang menjualnya dengan dolar atau stablecoin lainnya untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini menambah tekanan besar penjualan (bitcoin).”
Pasar Bitcoin Masih Bullish
“Penurunan harga terbaru hanyalah sedikit gangguan dari tren bullish yang lebih besar,” ujar Alex Kruger.
Pasar Bitcoin masih menunjukan faktor makro yang bersifat bullish. Misalnya saja, peningkatan partisipasi perusahaan institusional yang terus berlanjut, pencetakan uang besar-besaran oleh Federal Reserve di Amerika, dan pencarian imbal hasil tetap untuh meskipun harga turun.
Sentimen bullish juga tetap kuat meski jumlah koin tersimpan di beberapa bursa ternama mencapai nilai terendahnya sejak Agustus 2018.
Heusser dari Crypto Broker mengharapkan raja crypto Bitcoin untuk berkonsolidasi di kisaran saat ini hingga $19.000 sebelum akhirnya melanjutkan trennya.