Connect with us

Crypto

Mari Cari Tau tentang Hak Cipta Karya Seni di Indonesia

Published

on

Mari Cari Tau tentang Hak Cipta Karya Seni di Indonesia

Dalam industri seni, permasalahan yang sering dihadapi oleh seniman adalah plagiarisme. Maka dari itu, implementasi hak cipta karya seni merupakan hal yang wajib dikuasai oleh seniman dan kreator agar terhindar dari perbuatan oknum yang tidak bertanggung jawab.

Plagiarisme Karya Ardneks oleh Twisted Vacancy

Pada pertengahan Maret 2021, kejadian plagiarisme menimpa seorang seniman bernama Kendra Ahimsa yang lebih dikenal dengan Ardneks. Melalui akun instagram-nya, Kendra membuat sebuah postingan yang menceritakan bahwa dirinya telah menerima lebih dari 20 laporan mengenai plagiarisme terhadap karyanya yang dilakukan Twisted Vacancy.

Kendra merupakan seorang ilustrator terkenal dengan sentuhan tipografi vintage ala komik Jepang yang telah Ia pelajari dan kembangkan selama kurang lebih 8 tahun.

Dalam postingannya, Kendra menjelaskan jika Twisted Vacancy telah mengambil beberapa elemen unik dalam karyanya tanpa dimodifikasi dan kemudian diperjualbelikan. 

Dilansir dari White Board Journal, Twisted Vacancy merupakan sekumpulan tim yang terdiri dari 28 orang dengan latar belakang teknisi dan mampu menguasai perangkat lunak. Bisa dibilang, tim Twisted Vacancy memang bukan berlatar belakang pendidikan seni, karena itulah Twisted Vacancy mendaftarkan “karya” yang memiliki elemen Kendra di dalamnya ke bentuk NFT.

Sebenarnya dalam perkembangan kasus Kendra dan Twisted Vacancy terdapat dua hal yang harus diketahui, pertama adalah kurangnya implementasi Hak Cipta untuk seni ilustrasi di Indonesia dan yang kedua adalah peran NFT dalam pendaftaran orisinalitas suatu karya.

Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita ulik sedikit mengenai Hak Cipta Karya Seni di Indonesia dan NFT.

Peraturan Hak Cipta Karya Seni di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, definisi Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dikutip dari The Finery Report, Twisted Vacancy menyangkal bahwa tindakannya termasuk bagian dari plagiarisme. Ia menggunakan UU Hak Cipta sebagai pembenaran atas perbuatannya karena hukum memperbolehkan seseorang untuk mengambil 10% sampai 20% kemiripan. 

Padahal kebijakan tersebut didasari atas pelanggaran hak cipta dalam musik, sehingga tidak bisa diimplementasikan ke dalam seni ilustrasi karena elemen pada gambar tidak bisa disamakan dengan komposisi not serta bar pada musik. Maka, dapat disimpulkan bahwa karya ilustrasi belum sepenuhnya dilindungi oleh UU Hak Cipta.

Terlebih dalam pasal 44 UU Hak Cipta dijelaskan bahwa penggunaan, pengambilan, dan penggandaan sebagian atau seluruh yang substansial diperbolehkan asal tidak digunakan untuk kepentingan komersial. Tentu hal ini bertolak belakang dengan perbuatan Twisted Vacancy, karena mereka berhasil meraup keuntungan hingga Rp 1,1 Miliar.

Setelah mengetahui kasus di atas dari perspektif Hak Cipta, mari kita ketahui dulu serba-serbi NFT.

NFT Itu Apa, Sih?

NFT atau singkatan dari non-fungible token merupakan token yang ditautkan ke dalam sistem blockchain yang berfungsi sebagai sertifikat untuk menunjukkan kepemilikan seseorang terhadap suatu karya digital (video, musik, tweet, desain, dan sebagainya).

Ketika NFT sudah dienkripsi pada sistem blockchain, maka hal tersebut tidak bisa diduplikasi atau replikasi.

NFT Art

Secara sederhana, NFT Art merupakan karya digital yang diterbitkan ke dalam bentuk token NFT dan kepemilikannya hanya dapat dimiliki oleh satu pengguna saja, yaitu mereka yang pertama kali menerbitkan suatu karya ke dalam NFT.

Nah, sekarang kita kembali ke kasus Kendra dan Twisted Vacancy, yuk.

Sebagai informasi, Twisted Vacancy sebenarnya merupakan seniman kripto yang tidak memiliki latar belakang seni sama sekali. Mereka tidak hanya melakukan plagiarisme terhadap karya Kendra, tetapi mereka juga mendaftarkan karya Kendra ke dalam NFT. Melihat hal tersebut, Kendra sudah tidak bisa menerbitkan karyanya ke dalam bentuk NFT sekalipun Ia merupakan seniman yang asli.

NFT: Kolam Baru yang Melindungi Hak Cipta Para Seniman

Melihat kasus di atas, tentu perbuatan Twisted Vacancy tidak bisa dibenarkan untuk alasan apapun. 

Agar terhindar dari kejadian serupa, sudah saatnya para seniman untuk lebih aware dengan teknologi terbaru seperti halnya kehadiran platform yang dapat di-utilize untuk karya seni, yaitu dengan NFT. Dengan memahami dan mencoba teknologi NFT, kemungkinan untuk karya milik kreator terkena plagiarisme akan menurun, karena karya orisinal sudah pasti terverifikasi pada blockchain sehingga tidak bisa diduplikasi dan replikasi.

Selain itu, NFT memiliki fungsi untuk melacak penerbit token, pemilik awal, dan pemilik akhir dari suatu karya NFT. Terlebih seniman akan mendapat royalti ketika terjadi perpindahan tangan kepada pihak ketiga.

Yuk, Gabung di TokoMall!

Jika Anda seorang seniman karya berbasis digital dan ingin mendaftarkan karyanya ke dalam NFT, TokoMall hadir menjadi mitra bagi para kreator yang ingin mematenkan serta memamerkan karyanya kepada para kolektor potensial di luar sana.

Caranya gampang, kok! Kunjungi https://mall.tokoscape.com/ lalu sambungkan dengan wallet Metamask dan daftarkan diri Anda sebagai merchant. Setelah melengkapi proses registrasi, Anda akan mendapat hasil verifikasi. Kemudian jika akun TokoMall telah disetujui, Anda bisa mempublikasikan dan menawarkan karya terbaik Anda kepada kolektor.

Setelah mengetahui peraturan hak cipta karya seni di Indonesia dan serba-serbi NFT, apakah Anda tertarik untuk memamerkan karya terbaik Anda kepada dunia melalui NFT? Tunggu apalagi, segera daftarkan diri Anda bersama TokoMall dan perlihatkan karya terbaik Anda!

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *