Crypto

Menghardik Libra: Iri atau Kritis Sungguhan?

Published

on

Adopsi teknologi blockchain semakin menjadi-jadi sejak teknologi itu diterapkan kali pertama pada sistem uang elektronik peer-to-peer Bitcoin pada tahun 2008. Perkembangan terbaru dan mendapatkan perhatian luar biasa adalah Blockchain Libra dan mata uang kripto Libra yang dibuat oleh Libra Association, di mana Facebook merupakan salah satu anggota pendirinya. Sebagian pendukung Bitcoin menilai Libra adalah pemicu langsung kenaikan harga Bitcoin hingga Rp198 juta pada 27 Juni 2019 lalu. Benarkah demikian?

OLEH: Vinsensius Sitepu
Pemimpin Redaksi Blockchainmedia.id, Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Saya yang mengikuti dinamika teknologi blockchain dan mata uang kripto (cryptocurrency)—di Indonesia disebut aset kripto dan digolongkan sebagai komoditas di bursa berjangka— sejak tahun 2014, termasuk kenaikan tinggi hingga US$20.000 pada Desember 2017, tidak melihat keterkaitan langsung antara hadirnya Libra dengan kenaikan harga Bitcoin.

Bitcoin adalah Bitcoin, dengan harganya yang sangat volatil. Bitcoin tetaplah Bitcoin dengan julukan “emas digital”. Bitcoin selamanya Bitcoin dengan suplai sangat terbatas dan relatif desentralistik. Dan Bitcoin sejati pada dirinya sendiri dengan ketiadaan entitas terpusat yang mengendalikannya.

Maka, tanpa ada Libra, harga Bitcoin pun akan tetap berada di wilayah tren naik, sebab sejak Desember 2018, harga Bitcoin sudah sangat murah, sekitar US$3.100 (Rp43 juta), penambang semakin berminat di saat yang sama, termasuk volume transaksi yang meningkat.

Dengan penegasan yang sejati, tanpa Libra pun harga Bitcoin akan terus naik atau turun mengikuti sentimen pasar dan fundamental Bitcoin (hash rate dan jumlah transaksi di Blockchain Bitcoin). Belum lagi jikalau mempertimbangkan kenaikan penjualan produk Bitcoin Berjangka oleh CME (Chicago Merchantiles Exchanges) sejak Mei 2019. Dan perdagangan produk sejenis diikuti oleh TD Ameritrade melalui anak perusahaannya, ErisX. Tak lama lagi Bakkt juga melakukan hal serupa.

Sangat tak bijak menilai gara-gara Libra harga Bitcoin naik. Saya menilai itu hanya sebuah kebetulan. Toh, pihak lain akan melakukan “cocokologi” ketika Libra datang, lalu harga Bitcoin turun. Di saat itu, apakah pihak, yang tak memahami dinamika industri blockchain, akan menyalahkan Libra dan Facebook sehingga harga Bitcoin turun? Saya yakin iya, untuk memicu kehebohan.

BERITA TERKAIT  Penelitian: Akumulasi Bitcoin Meningkat Tajam

Memicu Adopsi
Kendati Libra dan Bitcoin sama-sama menggunakan teknologi blockchain, kedua kripto itu sangat jauh berbeda, sebab teknologi blockchain berkembang eksponensial sejak diperkenalkan kali pertama pada tahun 2008/2009 oleh Satoshi Nakamoto pada Bitcoin. Biarlah Bitcoin dengan karakter “emas digitalnya” itu terus berlanjut. Dan biarkan saja Facebook yang merepresentasikan uang fiat menggunakan blockchain melalui Libra itu.

Di titik ini yang paling jelas adalah Libra justru memicu ketertarikan individu dan perusahaan untuk menjajal teknologi blockchain. Libra justru akan menjadi role model bagi pihak lain, sepanjang mereka menilai Libra “baik” adanya. Atau dalam ranah ilmu komunikasi, Libra bisa disebut sebagai “katalisator kesadaran” atau pemeran dalam sistem “getok tular” tentang blockchain.

Pihak lain menilai Libra bukanlah “mata uang kripto sejati”, karena sarat dengan unsur sentralistik oleh Facebook dan 27 perusahaan besar lainnya, termasuk Visa, Mastercard dan eBay. Mereka yang menilai itu—yang berhaluan konservatif—memaknai uang kripto sejati adalah relatif desentralistik seperti Bitcoin. Masalahnya, mereka tak memahami—atau pura-pura tak memahami—bahwa adopsi teknologi blockchain oleh perusahaan besar sekelas Facebook sangatlah penting. Bahkan, sejatinya itu adalah peluang besar untuk membawa nama besar blockchain ke ranah yang lebih luas daripada sebelumnya. Dan ini tidak pula berdampak langsung.

Menurut saya, daripada hanya bisa menghardik Facebook dan Libra, bukankah lebih cerdas membuat dan mengembangkan blockchain yang lebih baik agar bisa bersaing dengan Blockchain Libra? Ini perlu disampaikan untuk menghindarkan persepsi antara “iri” dan “kritis”. Kalau proyek blockchain Anda dirasa lebih baik, ya lanjutkan saja! Kalau proyek blockchain Libra dirasa buruk, lakukan sesuatu dengan blockchain-mu sendiri agar bisa melebihi mutu Libra.

Lagipula, jauh sebelum Libra datang, pegiat blockchain selalu bertanya soal blockchain yang terhalang adopsi yang luas dan dengan kegunaan (use case) yang lebih bermanfaat. Bukankah Facebook menjawab itu dengan potensi paparan blockchain kepada lebih dari 2 miliar pengguna Facebook?

BERITA TERKAIT  Rusia Disebut Pakai Bitcoin dalam Pemilu AS Lalu

Pendapatan Baru
Memang Facebook sulit menghapus citra buruk selepas kasus Cambridge Analytics lalu. Banyak pihak menduga, mata uang kripto Libra justru semakin memuluskan Facebook untuk mematai-mati aktivitas keuangan penggunanya dan mendorong naik pendapatannya per tahun.

Soal ini memang sudah digambarkan beberapa bulan sebelum Libra diumumkan. Ross Adam Sandler, Analis Internet dari Barclays, yakin Libra (sebelumnya dijuluki “FacebookCoin”) akan sukses menggarap jenis stablecoin (kripto yang harganya dipatok dengan nilai mata uang fiat) ini untuk meningkatkan pendapatan Facebook hingga puluhan miliar dolar AS, termasuk bermanfaat meningkatkan citra perusahaan di tengah corengan tak enak akibat skandal Cambridge Analytica.

Sandler memprakirakan, dengan Libra, Facebook mampu mencetak pendapatan setidaknya US$19 miliar pada tahun 2021, bahkan, bukan tidak mungkin ada tambahan sekitar US$3 miliar ketika ia diterapkan (Libra Association merencanakan peluncuran resmi Libra pada tahun 2020).

Dua Kali Gagal
Facebook sebenarnya sempat gagal dua kali masuk ke ranah pembayaran daring (online). Facebook punya Facebook Credits pada tahun 2011 dan padam dua tahun setelahnya. Ada pula Facebook Gifts pada 2012 dan bernasib serupa dua tahun berikutnya.

Facebook kini masih mempertahankan Facebook Messenger Payments yang diluncurkan pada tahun 2015 di Amerika Serikat dan mengembangkan layanannya di Eropa dua tahun kemudian. Tetapi layanan yang terakhir tidak seideal yang diharapkan, jikalau mengacu pada skema pengiriman uang yang mudah, cepat dan murah. Facebook Messenger Payments juga tidak tersedia di banyak negara.

BERITA TERKAIT  Adopsi Massal Bitcoin: Bagai Mimpi di Siang Bolong

Dalam prinsip paling mendasar, Facebook melalui Libra Association benar-benar melihat potensi besar teknologi blockchain agar proses bisnis menjadi lebih efisien: transfer uang lintas negara menjadi lebih cepat, murah, dan aman, jika dibandingkan sistem tradisional, yakni bank, Paypal dan lain sebagainya.

Yakinlah pula, keputusan Facebook merangkul blockchain adalah tamparan luas biasa terhadap bank yang sangat lambat menerapkannya, kendati sudah diancang-ancang oleh bank besar seperti JPMorgan dengan “JPCoin-nya”.

Lagipula Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde sudah jauh-jauh hari menyarankan bank sentral di semua negara dan bank-bank komersil untuk mengadopsi teknologi blockchain sebagai upaya mengejar ketertinggalan bank, yang bagi saya hanya mengandalkan penjualan obligasi negara dan perusahaan. Jelas Lagarde juga, mengadopsi blockchain adalah langkah yang dinilai baik untuk “menangkal” pencucian uang dan pendanaaan aksi terorisme.

Di titik ini, yang patut direnungkan adalah masalah ini—yang belum dapat diatasi oleh pemerintah dan bank komersil: akses kredit serba terbatas yang terjadi di sejumlah negara berkembang. Setidaknya saat ini lebih dari 70 persen UKM (Usaha Kecil Menengah) di seluruh dunia tidak memiliki akses terhadap kredit, ditambah lagi setiap tahunnya para pekerja luar negeri harus mengeluarkan uang lebih dari US$25 miliar atau setara dengan Rp350 triliun, hanya untuk membayar biaya kirim uang atau remitansi ke negara asalnya.

Nah, mengingat pengguna Facebook di Indonesia sangatlah besar, maka Indonesia adalah sasaran terempuk oleh Libra. Itulah pula sebabnya situs web Libra Association juga berbahasa pengantar Indonesia. Kelak, jikalau Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan merestui Libra, maka akan ada rupiah versi digital berbasis teknologi blockchain, di mana transfernya tidak melalui jasa perbankan biasa. Disrupsi itu nyata, saudara-saudara! []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Popular

Exit mobile version