Altcoin News

Berkat Lobi-lobi, Libra Mungkin Bangkit Kembali

Published

on

Berkat lobi-lobi kelas wahid, “stablecoin” Libra, besutan Facebook dan Libra Associaton mungkin bangkit kembali. Ada udang di balik bakwan, The Fed?
Simpul utama dari tulisan ini adalah, bahwa Amerika Serikat tak ingin kehilangan kuasa globalnya melalui uang dan mata uang dolarnya. Tiongkok juga demikian, karena merasa ekonominya maju, yuan digital pun dikebut untuk menekan dominasi dolar AS. Perbedaan mereka hanya satu, Tiongkok sudah duluan membuat yuan digital dan diujicoba, sedangkan Bank Sentral AS baru kemarin sore diumumkan akan giatkan penelitian soal itu.

Lalu apa hubungan kedua negara itu dengan stablecoin Libra buatan Facebook dan Libra Association? Pertama, Libra yang diumumkan Juni 2019 sejatinya adalah token digital bernilai dolar dan mata uang negara lain, selayaknya USDT yang sejak 2014 sudah banyak makan asam-garam di ekosistem blockchain.

Kedua, pada Juli 2019, Libra laksana dihujat habis-habisan oleh Bank Sentral dan DPR-nya Amerika Serikat. Dalam gaya bahasa di Ibukota, kurang lebih mereka bilang begini kepada Facebook lewat David Marcus: “Kalian ini kan perusahaan teknologi informasi, buat apa bikin duit sendiri dan dipakek sama sekian miliar pengguna Facebook?”

BERITA TERKAIT  Mengapa Inggris Dukung Kripto Libra Besutan Facebook?

Dengan beragam alasan, termasuk kasus Cambridge Analytica pun dibawa-bawa, supaya Facebook mundur dari proyek Libra itu.

Jadilah, setelah Mark Zuckberg “disidang” juga oleh wakil rakyat, Bos Facebook itu bilang “Libra ditunda hingga lampu hijau tiba.”

Ketika itu saya berpendapat, bahwa peran Facebook yang sangat besar bagi ekonomi AS, khususnya dari sektor pasar modal, tidak mungkin Libra ditolak sangat mentah seperti itu.

Kala itu saya tegaskan, bahwa “di atas itu semua, ibarat sebuah drama politik, ini akan terus berlanjut dengan lobi-lobi kelas wahid, tetapi masih dalam kerangka kekuasaan negara yang memaksa.”

Ketiga, balik kanan gerak! Tak perlu menunggu lama, akhirnya sejumlah anggota pendiri Libra Association, ngacir balik kanan. Paypal, Visa dan Mastercard adalah di antaranya yang kesal, karena Facebook tak bisa memastikan bahwa pihak pemerintah AS bisa “dijinakkan”.

Keempat, ada yang baru nih! Singkat cerita, pada 24 Februari 2020 lalu, Shopify asal Kanada memutuskan bergabung di Libra Association. Dan yang terbaru adalah bursa aset kripto pendatang baru, Tagomi.

Mungkin lumrah jikalau satu balik kanan, lalu yang baru pun bergabung. Tapi, itu jadi sinyal kuat kalau kita lekatkan dengan keputusan Bank Sentral AS bulan lalu yang bilang kian menggiatkan penelitian mata uang digital bank sentral alias CBDC. Bank Sentral juga menegaskan akan bekerjasama dengan pihak-pihak swasta. Ups!

Ingat, di masa itu wacana serupa dikebut oleh Bank Sentral Inggris, Jepang, Uni Eropa dan banyak lagi. Masalahnya satu, yang seolah-olah “musuh utama” adalah CBDC yuan digital ala Bank Sentral Tiongkok. Eng-ing-eng…

Saya menilai mereka ini sedang berlomba membuat uang fiat versi digital, yang mungkin tak sepenuhnya berbasis blockchain.

Tetapi, satu yang pasti, soal efisiensi, yakni murah, cepat, dan aman adalah keunggulan yang hendak dimunculkan.

Kelima, dari situlah mereka berebut pengaruh. Misalnya yuan digital, sudah pastilah yang digandeng adalah Alibaba dengan AliPay-nya, Tencent dan lain-lain apalagi.

Khusus dolar digital bagaimana? Gampang ditebaklah, ya Facebook lewat Libra-nya. Lihat apa yang disampaikan oleh sumber Bloomberg belum lama ini: “Facebook dan mitranya sedang mempertimbangkan untuk mendesain ulang proyek mata uang digital Libra sehingga jaringan (blockchain Libra-Red) bisa menampung banyak “koin”, termasuk yang dikeluarkan oleh Bank Sentral (termasuk AS-Red). Langkah itu adalah upaya untuk merayu regulator global yang enggan soal Libra.”

Sebutan “mendesain ulang” adalah bahasa lain bahwa Facebook “melunak” dan “beradaptasi” dan menerima apa yang diperintahkan, asal Libra bisa melenggang kangkung dan saham Facebook bisa terus bernilai demi ekonomi AS.

“Libra Association belum mengubah tujuannya untuk membangun jaringan pembayaran global yang sesuai peraturan, dan prinsip-prinsip desain dasar yang mendukung tujuan itu belum diubah,” kata Dante Disparte, kepala kebijakan dan komunikasi untuk Asosiasi Libra, dalam sebuah pernyataan kepada Bloomberg, 4 Maret 2020.

Jadi, apapun ceritanya, Amerika Serikat selalu punya cara dan siasat agar dolar AS tetap bernilai dan mendapat pengakuan oleh banyak negara. Dengan dolar digital itu, kelak, setiap transaksi jauh lebih mudah dilacak dan tentu saja lebih mudah dan cepat dan murah untuk menyalurkan utang dolar bagi yang membutuhkannya.

Sementara Tiongkok dengan yuan digital-nya akan mengambil kendali wilayah lain, melalui proyek OBOR (One Belt One Road). [red]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Popular

Exit mobile version