Blockchain

Demi Rupiah, Peraturan Blockchain-Aset Kripto Harus Lebih Jelas dan Luas

Published

on

Daftar Isi

Peraturan terkait blockchain-aset kripto di Indonesia sepatutnya dibuat semakin jelas dan luas. Itu penting demi mencegah lebih besarnya arus modal keluar dari Indonesia, sekaligus memperkuat nilai rupiah. Kita semakin tertinggal dengan Singapura untuk urusan seperti ini.

Selama lima dekade terakhir, negara berkembang selalu terpapar risiko keuangan, kendati industri dan teknologi tumbuh pesat. Negara berkembang masih terpapar masalah rumit, yakni ketidakstabilan mata uang dan pasar modal yang lebih lemah.

Masalah itu kian berat di negara berkembang yang penghasilan utamanya berasal dari sektor non-keuangan seperti agrikultur atau industri. Lihatlah selama 10 tahun terakhir, mayoritas mata uang negara G20 sangat melemah terhadap dolar AS (USD), kecuali yuan Tiongkok (CNY), real Arab Saudi (SAR) dan won Korea (KRW).

Dapat dilihat mata uang negara berkembang melemah terhadap USD setelah krisis keuangan AS tahun 2008, ketika Negara Adi Daya itu mulai melakukan quantitative easing (QE). QE adalah strategi bank sentral membeli sekuritas jangka panjang dari pasar modal.

Pelemahan sejumlah mata uang negara lain terhadap dolar AS (USD).

Sejak itu pula, AS telah menerbitkan uang lebih dari US$6 triliun tanpa menyebabkan inflasi, sebab status USD adalah mata uang cadangan global. Investor masih mengincar aset apapun yang dihargai dalam USD, sebab aset tersebut terkait dengan QE, sehingga memperkuat nilai USD.

Sedangkan di Indonesia, PDB per kapita bertumbuh tinggi sejak tahun 2000 dan diprediksi akan terus menguat. Tetapi di saat yang sama, rupiah malah melemah secara konsisten selama 20 tahun terakhir.

PDB per kapita Indonesia (dalam USD).

Sejak 2008, rupiah melemah 50 persen terhadap USD. Sekalipun Indonesia untung 400 persen dari hasil investasi indeks LQ45 dari 2008 hingga 2018, untung tersebut akan berkurang separuh jika diukur memakai USD. Hasilnya, individu kaya di Indonesia lebih memilih menaruh aset di luar negeri daripada di Tanah Air.

Blockchain-Aset Kripto dan Arus Modal
Alih aset dari Indonesia di luar negeri itu kiranya akan semakin kencang seiring meningkatnya popularitas teknologi blockchain, khususnya yang melibatkan aset digital (aset kripto/crypto asset) atau dikenal oleh ekosistem lain sebagai mata uang digital ataupun mata uang kripto (cryptocurrency).

Terlebih dari sebutan dan julukannya itu, faktanya di Indonesia praktik perdagangan aset kripto itu kian masif. Itu terjadi setelah Kementerian Perdagangan melalui peraturan menyebutnya layak sebagai komoditi yang bisa diperdagangkan di bursa berjangka di Indonesia.

Maka, Bappebti pun diberikan hak dan wewenang mengaturnya lebih lanjut. Itu memang angin segar.

Namiun, keunggulan blockchain yang bersifat desentralistik, membuat pertumbuhan dan dampak aset kripto nyaris melewati batas-batas negara. Akibatnya, transfer nilai akan semakin global, tanpa batas dan semakin banyak kian mudah mengaksesnya.

Menurut kami, peristiwa revolusioner ini mampu mendorong semakin cepatnya beralih modal ke luar Indonesia, sebab investor memiliki lebih banyak pilihan untuk menyimpan uang. Ini pula yang pada akhirnya berpotensi juga mendorong jurang antara nilai USD dan rupiah.

Oleh sebab itu Indonesia harus lekas merangkul aset kripto secara lebih erat lagi. Kami yakin Indonesia bisa meraih manfaat besar jika memberikan kerangka peraturan yang lebih jelas bagi bisnis aset kripto di Indonesia.

Hal ini tidak hanya baik bagi ekonomi Indonesia, tetapi juga dapat menyokong pasar modal Indonesia dengan menjadikannya lebih global dan memperkuat IDR.

Mari kita ambil contoh di Amerika Serikat (AS). Semua pemain keuangan utama seperti Fidelity, JP Morgan dan Goldman sedang menjajaki beragam inisiatif dan strategi soal blockchain dan aset kripto.

Selain itu, regulator di AS semakin mendukung, seperti dari Office of the Comptroller of the Currency (OCC), yang mengawasi semua bank nasional di negara itu.

OCC menyatakan bahwa bank-bank di AS sekarang diperbolehkan menyediakan layanan penitipan mata uang kripto. Bagi kami itu adalah sebuah tonggak sangat penting, karena pasti menyangkut terbitnya peraturan baru dan sangat spesifik.

Di Asia Tenggara, Singapura saat ini paling maju terkait regulasi. Mereka dengan sigap menerbitkan kerangka kerja pada Januari 2020 yang disebut dengan Undang-Undang Layanan Pembayaran (Undang-undang PS).

Undang-undang itu dirancang khusus untuk mengatur perdagangan aset kripto. Jadi, bukan sekadar peraturan setingkat menteri, melainkan undang-undang yang tingkatnya lebih tinggi.

Jadi tidaklah heran, gara-gara undang-undang itulah sebagian besar perusahaan yang terkait blockchain-aset kripto di Singapura geraknya juga semakin lincah.

Saya yakin Indonesia memiliki kemampuan seperti negara itu. Saya yakin juga Indonesia bisa mendapatkan keuntungan besar dengan menyediakan kerangka peraturan yang lebih jelas.

Peraturan itu kiranya lebih mendukung perusahaan blockchain-aset kripto di Indonesia untuk mengembangkan bisnisnya.

Hal itu kelak tidak hanya berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Jika dilakukan dengan benar, ini juga akan mendukung pasar keuangan Indonesia dengan menjadikannya lebih global. Pada akhirnya itu membantu otot rupiah yang kekar.

Baca Juga: Bitcoin vs Emas, Mana yang Lebih Profit?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Popular

Exit mobile version