Highlight 1
Debat Seru Roubini versus Vitalik soal Manfaat Aset Kripto
Kritikus Bitcoin dan tokoh anti-kripto terkenal, Nouriel Roubini, terlibat adu debat melawan pendiri Ethereum Vitalik Buterin dalam acara Deconomy kedua di Seoul, Korea Selatan. Roubini melempar sejumlah tuduhan terhadap Bitcoin dan kripto, tetapi dibantah dengan sejumlah fakta oleh Buterin.
Roubini, seorang profesor ekonomi di Universitas New York, mengulangi beberapa kritik lamanya dan menyebut kripto adalah gelembung yang hanya berguna bagi kriminal dan pengemplang pajak yang ingin mencuci uang memakai uang virtual.
Kendati demikian, Roubini juga berpendapat pembayaran kegiatan kejahatan tidak akan menjadi bagian masa depan kripto.
“Pengguna kripto itu tak bisa anonim, dan bahkan bagi kripto yang ingin menjadi anonim seperti Monero, pemerintah akan memastikan dompet Anda terdaftar,” kata Roubini.
Pria yang dijuluki “Dr. Doom” tersebut juga melempar tuduhan yang sering ditimpakan kepada kripto, seperti klaim manipulasi harga, skema pump and dump, peretasan bursa kripto serta penipuan sebagai alasan mengapa kripto tidak berharga.
Ia membantah pernyataan bahwa kripto merupakan sistem keuangan yang baru. Roubini justru menyebut kripto sebagai sistem barter tidak efisien yang tidak akan pernah mampu menyelesaikan trilema desentralisasi, keamanan dan skalabilitas.
Menanggapi tuduhan-tuduhan bombastis Roubini, Buterin membantahnya, terutama soal anonimitas kripto yang disebut menutupi kegiatan kejahatan. Menurut pendiri Ethereum tersebut, kegunaan kripto sebagai alat pembayaran dapat dirasakan oleh semua yang memakainya tanpa diskriminasi, terlepas apakah dipakai secara normal atau tidak normal.
Buterin menyinggung kritik Roubini yang gagal melihat beragam manfaat adopsi kripto. Pemrogram berdarah Rusia-Kanada itu menyoroti kemudahan melakukan pembayaran internasional memakai uang kripto, sekaligus manfaat kripto alat pembayaran yang tahan terhadap penyensoran. Soal teknologi kripto yang disebut tidak efisien, Buterin mengungkit kemajuan teknologi yang terus terjadi di sektor kripto dan blockchain.
“Memang ada sejumlah kendala nyata, tetapi hal itu adalah realita teknologi kripto saat ini di tahun 2019, bukan sebuah sifat yang melekat selamanya. Trilema itu bukan kenyataan matematis. Bukan tidak mungkin untuk memiliki skalabilitas, desentralisasi dan keamanan,” kata Vitalik.
Kritik Roubini disebut bersumber dari ketidakpahaman mengenai teknologi kripto. Nocoiner (sebutan bagi orang yang tidak memiliki kripto apapun) seperti Roubini, acapkali menyajikan Bitcoin sebagai alat gelap yang dipakai kriminal melakukan tindakan ilegal dengan mudah.
Tetapi, faktanya menunjukkan hal yang berbeda. Kepolisian Nasional Jepangmengungkap 98,3 persen kasus pencucian uang di tahun 2018 di Jepang tidak melibatkan kripto. Lembaga-lembaga intelijen melaporkan teroris masih kesulitan menggunakan kripto untuk mendanai kegiatan terorisme.
Sementara itu, bank besar seperti Danske Bank didakwa melakukan pencucian uang senilai US$325 miliar. Bank-bank anti-Bitcoin telah membayar denda sejumlah US$240 miliar akibat dakwaan pencucian uang sejak krisis finansial tahun 2008 yang melahirkan Bitcoin.
Bahkan seorang Warren Buffet pun, investor paling sukses di dunia saat ini, menyebut Bitcoin sebagai “racun tikus.” Tetapi perusahaan Berkshire Hathaway, yang dimiliki Buffet, memegang saham sebesar 10 persen di Wells Fargo, sebuah bank yang telah melakukan 93 pelanggaran dan terkena denda sebesar US$14 miliar.
Melihat kontradiksi antara tuduhan yang disampaikan kritikus anti-Bitcoin dengan kenyataan yang terjadi di lapangan, dapat dilihat bahwa kripto bukanlah seperti yang dituduh dan justru berpotensi mencegah dan mengurangi kasus-kasus pencucian uang dan pendanaan terorisme. [bitcoinist.com/ed]